Selamat Siang Sahabat Pembaca Semua..
Kali ini saya akan berbagi informasi dan
membahas tentang Unsur-Unsur Intrinsik Dalam Cerita Bagian Gaya Bahasa.
GAYA BAHASA
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan
perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek
terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif
mungkin.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh penggunaannya dalam Bahasa Indonesia.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh penggunaannya dalam Bahasa Indonesia.
I. GAYA BAHASA PENEGASAN
1. Alusio
Gaya
bahasa yang menggunakan peribahasa yang maksudnya sudah dipahami umum.
Contoh :
Contoh :
Dalam
bergaul hendaknya kau waspada.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.
2. Antitesis
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan
paduan kata-kata yang artinya bertentangan.
Contoh :
Contoh :
Tinggi-rendah
harga dirimu bukan elok tubuhmu yang menentukan, tetapi kelakuanmu.
3. Antiklimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan
beberapa hal berturut-turut, makin lama makin rendah tingkatannya.
Contoh :
Contoh :
Kakeknya,
ayahnya, dia sendiri, anaknya dan sekarang cucunya tak luput dari penyakit
keturunan itu.
4. Klimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan
beberapa hal berturut-turut, makin lama makin tinggi tingkatannya.
Contoh :
Contoh :
Di
dusun-dusun, di desa-desa, di kota-kota, sampai ke ibu kota, hari proklamasi
ini dirayakan dengan meriah.
5. Antonomasia
Gaya bahasa yang mempergunakan
kata-kata tertentu untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata ini diambil
dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki oleh orang yang dimaksud.
Contoh :
Contoh :
Si
Pelit
den Si Centil sedang bercanda di halaman rumah Si Jangkung.
6. Asindeton
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan
beberapa hal berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh :
Contoh :
Buku
tulis, buku bacaan, majalah, koran, surat-surat kantor semua dapat anda beli di
toko itu.
7. Polisindeton
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa
hat berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung (kebalikan asindeton).
Contoh :
Contoh :
Buku
tulis, majalah, dan surat-surat kantor dapat di beli di toko itu.
8. Elipsis
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat
elips (kalimat tak lengkap), yakni kalimat yang predikat atau subjeknya
dilesapkan karena dianggap sudah diketahui oleh lawan bicara.
Contoh :
Contoh :
“Kalau
belum jelas, akan saya jelaskan lagi.”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….”
9. Eufemisme
Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang
digunakan untuk tuntutan tatakrama atau menghindari kata-kata pantang (pamali,
tabu), atau kata-kata yang kasar dan kurang sopan.
Contoh :
Contoh :
Putra
Bapak tidak dapat naik kelas karena kurang mampu mengikuti pelajaran.
Pegawai yang terbukti melakukan korupsi akan dinonaktifkan.
Pegawai yang terbukti melakukan korupsi akan dinonaktifkan.
10. Hiperbolisme
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan
sesuatu hal dengan melebih-lebihkan keadaan yang sebenarnya.
Contoh :
Contoh :
Suaranya
mengguntur membelah angkasa.
Air matanya mengalir menganak sungai.
Air matanya mengalir menganak sungai.
11. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang
mempergunakan kata-kata atau frase yang disisipkan di tengah-tengah kalimat.
Contoh :
Contoh :
Saya, kalau
bukan karena terpaksa, tak mau bertemu dengan dia lagi.
12. Inversi
Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat
inversi, yakni kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Hal ini sengaja
dibuat untuk memberikan ketegasan pada predikatnya.
Contoh :
Contoh :
Pergilah
ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari harapan baru di kota.
13. Koreksio
Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata
pembetulan untuk mengoreksi (menggantikan kata yang dianggap salah).
Contoh :
Contoh :
Setelah
acara ini selesai, silakan saudara-saudara pulang. Eh, maaf, silakan
saudara-saudara mencicipi hidangan yang telah tersedia.
14. Metonimia
Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah
kata atau sebuah nama yang berhubungan dengan suatu benda untuk menyebut benda
yang dimaksud. Misal, penyebutan yang didasarkan pada merek dagang, nama
pabrik, nama penemu, dun lain sebagainya.
Contoh :
Contoh :
Ayah
pergi ke Bandung mengendarai Kijang.
Udin mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang Garam.
Udin mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang Garam.
15. Paralelisme
Gaya bahasa pengulangan seperti
repetisi yang khusus terdapat dalam puisi. Pengulangan di bagian awal dinamakan
anafora, sedang di bagian akhir disebut epifora.
Contoh
Anafora :
Sunyi
itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Contoh Epifora :
Rinduku
hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu
16. Pleonasme
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan
kata-kata yang sebenarnya tidak perlu karena artinya sudah terkandung dalam
kata sebelumnya.
Contoh :
Contoh :
Benar!
Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Tono berkelahi di tempat
itu.
Dia maju dua langkah ke depan.
Dia maju dua langkah ke depan.
17. Parafrase
Gaya bahasa penguraian dengan
menggunakan ungkapan atau frase yang lebih panjang daripada kata semula. Misal,
pagi-pagi digantikan ketika sang surya merekah di ufuk timur; materialistis
diganti dengan gila harta benda.
Contoh :
Contoh :
”Pagi-pagi
Ali pergi ke sawah.” dijadikan “Ketika mentari membuka lembaran hari, anak
sulung Pak Sastra itu melangkahkan kakinya ke sawah.”
18. Repetisi
Gaya bahasa penegasan yang
mengulang-ulang sebuah kata berturut-turut dalam suatu wacana. Gaya bahasa
jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan berbentuk prosa.
Contoh :
Contoh :
Harapan kita
memang demikian, dan demikian pula harapan setiap pejuang.
Sekali merdeka, tetap merdeka!
Sekali merdeka, tetap merdeka!
19. Retoris
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan
kalimat tanya, tetapi sebenannya tidak bertanya.
Contoh :
Contoh :
Bukankah
kebersihan adalah pangkal kesehatan?
Inikah yang kau namakan kerja?
Inikah yang kau namakan kerja?
20. Sinekdoke
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua
yaitu : (a) Pars pro toto (gaya babasa yang menyebutkan sebagian untuk
menyatakan keseluruhan) dan (b) Totem pro parte (gaya bahasa yang
menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian).
Contoh
Pars pro toto :
Setiap
kepala diwajibkan membayar iuran Rp1.000,00.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.
Contoh Totem pro parte :
Cina
mengalahkan Indonesia
dalam babak final perebutan Piala Thomas.
21. Tautologi
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan
kata-kata yang sama artinya dalam satu kalimat.
Contoh :
Contoh :
Engkau
harus dan wajib mematuhi semua peraturan.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.
II.
GAYA BAHASA PEMBANDINGAN
1. Alegori
Gaya
bahasa perbandingan yang membandingkan dua buah keutuhan berdasarkan
persamaannya secara menyeluruh.
Contoh :
Contoh :
Kami
semua berdoa, semoga dalam mengarungi samudra kehidupan ini, kamu berdua akan
sanggup menghadapi badai dan gelombang.
2. Litotes
Gaya bahasa perbandingan yang
menyatakan sesuatu dengan memperendah derajat keadaan sebenarnya, atau yang
menggunakan kata-kata yang artinya berlawanan dari yang dimaksud untuk
merendahkan diri.
Contoh :
Contoh :
Dari
mana orang seperti saya ini mendapat uang untuk membeli barang semahal itu.
Silakan, jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok saya.
Silakan, jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok saya.
3. Metafora
Gaya bahasa perbandingan yang
membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan persamaannya.
Contoh :
Contoh :
Gelombang
demonstrasi melanda pemerintah orde lama.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh.
4. Personifikasi atau Penginsanan
Gaya babasa perbandingan. Benda-benda
mati atau benda-benda hidup selain manusia dibandingkan dengan manusia,
dianggap berwatak dan berperilaku seperti manusia.
Contoh :
Contoh :
Bunyi
lonceng memanggil-manggil siswa untuk segera masuk kelas.
Nyiur melambai-lambai di tepi pantai.
Nyiur melambai-lambai di tepi pantai.
5. Simile
Gaya bahasa perbandingan yang
mempergunakan kata-kata pembanding (seperti, laksana, bagaikan, penaka, ibarat,
dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan menjadi lebih jelas.
Contoh :
Contoh :
Hidup
tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam.
Wajahnya seperti rembulan.
Wajahnya seperti rembulan.
6. Simbolik
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja lambang kematian.
Contoh :
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja lambang kematian.
Contoh :
Janganlah
kau menjadi bunglon.
7. Tropen
Gaya bahasa yang mempergunakan
kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.
Contoh :
Contoh :
Seharian
ia berkubur di dalam kamarnya.
Bapak Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.
Bapak Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.
III. GAYA BAHASA PENENTANGAN
1. Anakronisme
Gaya
bahasa yang mengandung uraian atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sejarah
atau zaman tertentu. Misalnya menyebutkan sesuatu yang belum ada pada suatu
zaman.
Contoh :
Contoh :
Mahapatih
Gadjah Mada menggempur pertahanan Sriwijaya dengan peluru kendali jarak
menengah.
2. Kontradiksio in terminis
Gaya bahasa yang mengandung
pertentangan, yakni apa yang dikatakan terlebih dahulu diingkari oleh
pernyataan yang kemudian.
Contoh :
Contoh :
Suasana
sepi, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya jam dinding yang terus
kedengaran berdetak-detik.
3. Okupasi
Gaya bahasa pertentangan yang
mengandung bantahan dan penjelasan.
Contoh :
Contoh :
Sebelumnya
dia sangat baik, tetapi sekarang menjadi berandal karena tidak ada perhatian
dari orang tuanya.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi.
4. Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung dua
pernyataan yang bertentangan, yang membentuk satu kalimat.
Contoh :
Contoh :
Dengan
kelemahannya, wanita mampu menundukkan pria.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.
IV. GAYA BAHASA SINDIRAN
1. Inuendo
Gaya
bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecilkan kenyataan
sebenarnya.
Contoh :
Contoh :
la
menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi.
2. Ironi
Gaya bahasa sindiran paling halus yang
menggunakan kata-kata yang artinya justru sebaliknya dengan maksud pembicara.
Contoh :
Contoh :
”Eh,
manis benar teh ini?” (maksudnya: pahit).
3. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang menggunakan
kata-kata yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini dipakai untuk menyatakan amarah.
Contoh :
Contoh :
”Jangan
coba-coba mengganggu adikku lagi, Monyet!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti!”
4. Sinisme
Gaya bahasa sindiran semacam ironi,
tetapi agak lebih kasar.
Contoh :
Contoh :
”Hai,
harum benar baumu? Tolong agak jauh sedikit!”
Demikianlah pembahasan kali ini tentang Unsur-Unsur
Intrinsik Dalam Cerita Bagian Gaya Bahasa.
Semoga Bermanfaat..
0 Response to "Mengenal Unsur-Unsur Intrinsik Dalam Cerita (GAYA BAHASA)"
Post a Comment